Rabu, 30 Maret 2011

MANGKOK TANPA ALAS

Seorang raja bersama
pengiringnya keluar dari
istananya untuk menikmati
udara pagi. Di keramaian,
ia berpapasan dengan seorang
pengemis.
Sang raja menyapa pengemis
ini, “Apa yang engkau inginkan
dariku?”
Si pengemis itu tersenyum dan
berkata, “Tuanku bertanya,
seakan-akan tuanku dapat
memenuhi permintaan hamba.”
Sang raja terkejut, ia merasa
tertantang, “Tentu saja aku dapat
memenuhi permintaanmu. Apa
yang engkau minta, katakanlah !”
Maka menjawablah sang
pengemis, “Berpikirlah dua kali,
wahai
tuanku, sebelum tuanku
menjanjikan apa-apa. ”
Rupanya sang pengemis
bukanlah sembarang pengemis.
Namun raja tidak merasakan hal
itu. Timbul rasa angkuh dan tak
senang pada diri raja, karena
mendapat nasihat dari seorang
pengemis. “Sudah aku katakan,
aku dapat memenuhi
permintaanmu. Apapun juga!
Aku adalah raja yang paling
berkuasa dan kaya-raya. ”
Dengan penuh kepolosan dan
kesederhanaan si pengemis itu
mengangsurkan mangkuk
penadah sedekah, “Tuanku
dapat
mengisi penuh mangkuk ini
dengan apa yang tuanku
inginkan. ”
Bukan main! Raja menjadi
geram mendengar ‘tantangan’
pengemis di hadapannya.
Segera ia memerintahkan
bendahara kerajaan yang ikut
dengannya untuk mengisi
penuh mangkuk pengemis
kurang
ajar ini dengan emas! Kemudian
bendahara menuangkan emas
dari pundi-pundi besar yang
dibawanya ke dalam mangkuk
sedekah sang pengemis.
Anehnya, emas dalam pundi-
pundi
besar itu tidak dapat mengisi
penuh mangkuk sedekah.
Tak mau kehilangan muka di
hadapan rakyatnya, sang raja
terus
memerintahkan bendahara
mengisi mangkuk itu. Tetapi
mangkuk itu tetap kosong.
Bahkan seluruh perbendaharaan
kerajaan: emas, intan berlian,
ratna mutumanikam telah habis
dilahap mangkuk sedekah itu.
Mangkuk itu seolah tanpa dasar,
berlubang.
Dengan perasaan tak menentu,
sang raja jatuh bersimpuh di
kaki si pengemis, ternyata dia
bukan pengemis biasa,
terbatabata
ia bertanya, “Sebelum berlalu
dari tempat ini, dapatkah
tuan menjelaskan terbuat dari
apakah mangkuk sedekah ini ?”
Pengemis itu menjawab sambil
tersenyum, “Mangkuk itu
terbuat dari keinginan manusia
yang tanpa batas. Itulah yang
mendorong manusia senantiasa
bergelut dalam hidupnya. Ada
kegembiraan, gairah memuncak
di hati, pengalaman yang
mengasyikkan kala engkau
menginginkan sesuatu. Ketika
akhirnya engkau telah
mendapatkan keinginan itu,
semua yang
telah kau dapatkan itu, seolah
tidak ada lagi artinya bagimu”.
Semuanya hilang ibarat emas
intan berlian yang masuk dalam
mangkuk yang tak beralas itu.
Kegembiraan, gairah, dan
pengalaman yang
mengasyikkan itu hanya tatkala
dalam proses
untuk mendapatkan keinginan..
Begitu saja seterusnya, selalu
kemudian datang keinginan
baru.
Orang tidak pernah merasa
puas. Ia selalu merasa
kekurangan.
Anak cucumu kelak mengatakan:
power tends to corrupt;
kekuasaan cenderung untuk
berlaku tamak.
Raja itu bertanya lagi, “Adakah
cara untuk dapat menutup alas
mangkuk itu ?”
“Tentu ada, yaitu rasa syukur
kepada Tuhan. Jika engkau
pandai
bersyukur, Tuhan akan
menambah nikmat padamu,”
ucap sang
pengemis itu, sambil ia berjalan
kemudian menghilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar