Selasa, 05 April 2011

SUMPAH SUCI ORANG SUCI

Seorang suci sedang
bermeditasi di bawah sebuah
pohon pada pertemuan dua
jalan. Meditasinya
terganggu seorang pemuda
yang berlari dengan
panik ke arah jalan yang menuju
dirinya.
“ Tolonglah saya,” pemuda itu
memohon. “Ada orang yang
salah
menuduh, dikiranya saya
mencuri. Ia mengejar saya
bersama
banyak orang. Kalau mereka
sampai menangkap saya, kedua
tangan saya akan dipotong.”
Pemuda itu kemudian memanjat
pohon yang digunakan
pendeta itu untuk bermeditasi
dan cepat bersembunyi di antara
dahan-dahannya, “ Tolong
jangan katakan kepada mereka
dimana saya bersembunyi, ” kata
pemuda itu memelas. Pendeta
suci itu melihat dengan mata
hatinya, bahwa si pemuda
memang tidak bersalah dan
telah berkata sesungguhnya.
Beberapa menit kemudian
datanglah sekelompok orang
desa
dan pemimpinnya bertanya,
“ Bapak melihat pemuda yang
berlari ke arah sini?”
Berpuluh tahun sebelumnya
pendeta itu pernah bersumpah
untuk selalu berkata jujur, jadi ia
mengatakan telah melihat
pemuda itu.
“ Kemana perginya?” kata si
Kepala Desa itu tak sabar.
Pendeta itu sebenarnya tidak
ingin mengkhianati pemuda,
namun sumpahnya telah
menakutkannya. Ditunjuknya
pohon
di atasnya. Penduduk desa
beramai-ramai menyeret si
pemuda
keluar dari sela-sela dahan dan
memotong kedua tangannya.
Ketika pendeta itu mati, dia
dibawa ke Mahkamah Agung
Surga.
Ia dikutuk karena sikapnya
terhadap pemuda tidak berdosa
itu.
Tetapi, si pendeta protes, “saya
telah bersumpah suci saya akan
selalu berkata jujur. ”
Pengadilan itu berkata, “Namun
hari itu kamu lebih mencintai
kebanggaan dari kebajikan.
Bukan demi kebajikan kamu
menyerahkan pemuda itu
kepada penuntutnya, namun
kamu
semata-mata mempertahankan
citra kosong tentang dirimu
sendiri sebagai orang ‘suci’.
Kebajikan manusia yang terbatas
kerap memandu pemahaman
menjadi kekuatan yang
memaksa kita untuk berbuat
jahat... ”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar